Wednesday, February 4, 2015

Bali Kelebihan Hotel

Wisatawan menikmati sore di Pantai Kuta, Bali, Sabtu (22/6/2013). Keindahan wisata pantai di sejumlah kawasan di Bali seperti Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa Dua dan Tanjung Benoa masih menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Jumlah hotel di Bali, terutama di wilayah selatan, yang terus bertambah setiap tahun sudah melebihi kebutuhan. Buktinya, tingkat hunian 2.212 hotel dengan total 50.000 kamar di Bali terus menurun lima tahun terakhir meski jumlah wisatawan meningkat.

Jumlah 2.212 hotel dengan total 50.000 kamar tersebut adalah yang tercatat di Dinas Pariwisata Provinsi Bali. Diperkirakan, jumlah riil kamar hotel/penginapan di Bali lebih dari 60.000 ruangan karena adanya bangunan vila atau pondok wisata serta penginapan ilegal. Hal ini berdampak, salah satunya, penurunan tingkat hunian hotel dari rata-rata 62 persen per tahun pada 2011-2013 menjadi 51 persen pada 2014.

”Kami menduga ini adanya persebaran wisatawan menginap, apalagi jumlah hotel dan kamarnya puluhan ribu, terutama yang ilegal,” kata Kepala Dinas Pariwisata Bali AA Yuniartha Putra, di Denpasar, Selasa (3/2/2015).

Penurunan tingkat hunian merata di Denpasar, Badung, Tabanan, Gianyar, Karangasem, dan Buleleng. Bahkan, penurunan tingkat hunian hotel di Tabanan cukup drastis, yaitu dari 75 persen pada November 2014, menjadi hanya 55 persen pada Desember 2014. Tingkat hunian hotel-hotel di Buleleng terendah, yaitu 30,36 persen.

”Kami heran juga dengan penurunan tingkat hunian ini karena wisatawan naik dan liburan pun banyak di akhir tahun lalu,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Bali Panusunan Siregar.

Hal tersebut membuat pelaku usaha khawatir. Jika pembangunan hotel tak terkendali, justru membuat karyawan industri pariwisata menganggur, meski jumlah wisatawan meningkat setiap tahun.

Jumlah wisatawan di Bali terus meningkat. Jumlah wisatawan mancanegara pada 2013, misalnya, sebanyak 3.278.598 orang, pada 2014 meningkat menjadi 3.766.638 orang.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ngurah Wijaya berharap ada kesadaran pemerintah kabupaten/kota di Bali bagian selatan untuk mengatur pembangunan hotel/penginapan baru. Ini sekaligus untuk mendorong penyebaran pembangunan hotel/penginapan di wilayah lain.

Tak berdaya

Pemerintah provinsi pun tak berdaya mengendalikan pembangunan hotel di Bali karena ajakan moratorium pembangunan hotel tidak direspons kabupaten/kota, terutama di Bali bagian selatan. Di Denpasar, misalnya, pembangunan city hotel merebak. Namun, hal ini dinilai belum mengganggu.

Pantai Pandawa di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Yuniartha Putra mengatakan, pihaknya kesulitan mengimbau moratorium hotel, terutama di Badung dan Denpasar. Investasi di industri pariwisata pun, lanjutnya, masih melirik Bali bagian selatan. ”Kami hanya bisa berharap kabupaten/kota menyadari sudah penuhnya kamar hotel,” ujarnya.

Pemerintah Kabupaten Badung memutuskan tidak menerapkan moratorium hotel. Alasannya, kata Kepala Humas Pemerintah Kabupaten Badung AA Raka Yuda, terlalu kaku. Namun, katanya, pihaknya berupaya mempersulit perizinan pembangunan hotel baru. Ia mencontohkan hotel harus menyediakan lahan parkir, lahan tidak boleh kurang dari 1 hektar.

Menurut pengamat pariwisata dan ekonomi Universitas Udayana, I Wayan Ramantha, agar pembangunan hotel merata, Bali harus bisa berkreasi dalam mengolah destinasi pariwisatanya, terutama yang berada di Bali bagian utara, timur, dan barat. Dia optimistis, pariwisata masih bisa menjadi andalan Pulau Bali.

Sementara itu, Pemerintah Kota Denpasar terus mengembangkan potensi wisata yang ada. Pemkot Denpasar berencana meluncurkan Heritage City Tour atau paket wisata budaya perkotaan pada Maret mendatang.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, Ida Bagus Rahoela mengatakan, obyek-obyek wisata yang akan dimasukkan paket tersebut antara lain Museum Bali, Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung, dan kawasan Catur Muka Kota Denpasar.

Arief Yahya: Pariwisata Kota Tua Lebih Siap Dijual

Warga memadati Taman Fatahillah di Kota Tua, Jakarta Barat, Jumat (26/12/2014). Libur panjang natal dan tahun baru, Taman Fatahillah salah satu tempat tujuan wisata yang diminati warga.

"Dari sisi pariwisata Kota Tua lebih mudah dijual," ungkap Menteri Pariwisata Arief Yahya saat ditemui dalam acara perayaan terpilihnya Kota Tua Jakarta sebagai nominasi UNESCO World Heritage Site, Selasa (3/2/2015) di Batavia Café, Kota Tua.

Arief Yahya sangat mendukung Kota Tua Jakarta sebagai nominasi UNESCO World Heritage Site yang diseleksi pada 1 Januari 2015. Menurut Arief, Kota Tua Jakarta memiliki nilai sejarah yang tinggi, karena masih ditandai dengan arsitektural bangunan yang heritage.

Untuk jumlah pengunjung dalam laporan 3 bulan terakhir tahun lalu, yakni Oktober hingga Desember 2014 mengalami peningkatan. “Kita itu rata-rata 775 ribu orang per bulan, tapi pada bulan Desember lalu sudah tembus 900 ribu. Ini merupakan berita baik,” kata Arief.

Dengan peningkatan jumlah pengunjung tersebut, Arief akan menambah jumlah target pengunjung satu juta per bulan, sehingga dalam satu tahun akan tercapai 12 juta pengunjung. "Jika nanti Juni Juli sudah tembus pertama kali satu juta pengunjung, semoga untuk ke depannya mudah dicapai target kita," tambah Arief.

Sunday, February 1, 2015

Oreo Goreng Berpadu Es Krim, Hmm...

Shirokuma Oreo Goreng

Shirokuma adalah salah satu kedai yang menyajikan dessert Jepang di Jakarta yang tengah mewabah. Jadi tidak heran kalau menu-menu mereka memiliki rasa dan kesan yang dalam. Penasaran? Langsung saja kunjung kedai Shirokuma!

Kedai yang berlogo beruang putih yang lucu ini terletak di kawasan Pantai Indah kapuk, Ruko Crown Gol Blok A Nomor 32. Shirokuma buka dari jam 12 siang hingga tengah malam setiap harinya, mereka memiliki bentuk kafe yang unik sehingga Anda tidak mungkin melewatinya.

Shirokuma memiliki banyak menu-menu menarik dari es krim hingga Japadog, hot dog ala Jepang. Namun yang menjadi menu kebanggan Shirokuma dan juga favorit pelanggan adalah Snow Afrogato.


Shirokuma Snow Afrogato

Menu ini adalah es krim yang dipadukan dengan gulali dan minuman. Ada tiga macam Snow Afrogato yaitu matcha, espresso, dan hot chocolate. Jika Anda memilih matcha, maka es krimnya adalah es krim green tea atau teh hijau, begitu juga dengan minumannya. Paduan rasa yang harmonis ini membuat Anda tidak bisa berhenti makan.

Jika Anda ingin mencicipi makanan yang teralu manis, bisa pilih Oreo Goreng milik Shirokuma. Sesuai namanya, menu ini memang hanya biskuit Oreo yang digoreng dan disajikan dengan es krim vanila. Tetapi para tamu juga bisa memilih untuk tidak memakai es krim dan Shirokuma akan memberikan Oreo yang lebih banyak. Ada banyak menu lezat lainnya di Shirokuma sehingga bisa menjadi alasan untuk terus berkunjung.

Ramma, Lembah di Kaki Bawakaraeng

Beberapa pendaki menikmati suasana hutan di Gunung Bawakaraeng, dalam perjalanan menuju Lembah Ramma. Hutan rapat dengan pepohonan besar adalah sebagian keindahan yang dapat dinikmati dalam perjalanan ke Lembah Ramma. Pesona lembah ini sejak beberapa tahun terakhir menarik minat banyak orang untuk berkunjung.

SENJA itu, ratusan pengunjung, sebagian besar pendaki, melepas lelah di Tallung, sebuah tempat di ketinggian berkisar 1.700-1.800 meter di atas permukaan laut. Dari Tallung,

sejauh mata memandang terhampar pemandangan lembah hijau, pepohonan di lereng gunung, sungai-sungai yang meliuk-liuk, dan kabut.

Awan berbagai bentuk yang seputih kapas di antara birunya langit, seolah-olah dalam jangkauan. Tampak pula tenda warna-warni di tengah-tengah lembah yang tersebar di antara

sungai, tanah lapang, dan pepohonan. Pesona keindahan itu membayar impas, perjalanan mendaki dan menurun selama sekitar empat jam.

Lembah yang tampak sejauh mata memandang itu adalah Lembah Ramma, di kaki Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang. Sebenarnya Lembah Ramma sebagian besar berada di kaki

Bawakaraeng. Itulah sebabnya, mengapa banyak pengunjung khususnya pendaki, menjadikan Dusun Lembanna di Malino, Kabupaten Gowa, sebagai titik awal menuju Lembah Ramma. Adapun

Malino adalah dataran tinggi di Kabupaten Gowa yang menjadi salah satu tempat wisata.

Lembanna adalah salah satu dusun di di kaki Gunung Bawakaraeng yang nyaris tak pernah sepi pengunjung. Baik perjalanan mendaki ke Gunung Bawakaraeng maupun ke Lembah Ramma,

umumnya dimulai dari dusun ini.

Dusun Lembanna berhawa dingin, dengan permukiman warga di antara beragam tanaman hortikultura. Lembanna berjarak sekitar 80 kilometer dari Makassar. Lembanna dapat dijangkau

memakai kendaraan roda dua dan roda empat dari Makassar.

Warga Lembanna sangat ramah dengan pengunjung. Pintu setiap rumah selalu terbuka bagi siapa saja, dan sekaligus dapat menjadi tempat menginap sebelum melanjutkan perjalanan.

Pemilik rumah juga akan dengan senang hati memasak untuk setiap tamu yang datang. Biasanya pengunjung akan memberi sebagian bekal yang dibawa, untuk dimasak dan sebagian lagi

diambil dari kebun di sekitar rumah. Cukup memberi uang seadanya kepada pemilik rumah.

Jika tak ingin menginap di Lembanna, kawasan wisata Malino dapat menjadi alternatif. Di lokasi ini terdapat banyak penginapan, hotel, dan rumah makan. Harga sewa penginapan

bervariasi, Rp 200.000-an hingga jutaan. Jarak Malino dan Lembanna sekitar 20 kilometer.

Petualangan

Lembah Ramma, sejak beberapa tahun lalu menjadi alternatif tempat wisata, terutama bagi orang-orang yang senang perjalanan petualangan. Selain keindahannya, perjalanan

pendakian yang cukup lebih mudah ketimbang mendaki Gunung Bawakaraeng atau Lompobattang, membuat Lembah Ramma bisa dijangkau bahkan oleh mereka bukan pendaki ulung.

Dari Lembanna, perjalanan ke Lembah Ramma dimulai dengan menyusuri perkebunan. Kebun wortel, bawang, kentang, dan markisa adalah sebagian dari jejeran tanaman yang menghampar

menghias sisi jalan. Lepas dari kebun, perjalanan memasuki hutan, mulai dari hutan yang pepohonannya jarang dan rendah sebagian, juga terdapat alang-alang hingga hutan rapat

yang tanamannya besar.

Mendaki, menurun, melalui bebatuan, akar pohon besar, adalah tantangan yang dilalui menuju Lembah Ramma. Rambu dan petunjuk, memudahkan pengunjung menuju Ramma. Ada beberapa

titik seperti pertigaan atau perempatan yang menjadi jalur pendakian ke puncak Bawakaraeng. Namun petunjuk sangat jelas mengarahkan pengunjung, jika akan ke Ramma.

Terdapat beberapa persinggahan antara Lembanna-Ramma. Persinggahan ini berupa sungai dengan bebatuan besar dan air yang jernih, serta beberapa tanah yang lapang. Biasanya di

setiap persinggahan, pengunjung akan mengeluarkan bekal sembari beristirahat sejenak. Tidak sedikit pula pendaki yang membawa kompor kecil, menyeduh kopi di tempat

persinggahan ini. Banyak yang kerap berlama-lama di tempat persinggahan, untuk sekadar menikmati suasana sungai, hutan, dan kicau burung.

Ada beberapa titik perjalanan dengan rute lebih menantang, misalnya tanjakan dan turunan melalui bebatuan besar dengan akar pohon di antaranya yang menyerupai anak tangga.

Rute ini tetap terbilang aman dan dapat dilalui siapa pun.

”Justru menariknya di rute-rute menantang ini. Lagi pula lumayan aman dan pasti puas. Saya datang ke Ramma, karena memang mencari alternatif berwisata yang sedikit menantang.

Selain itu belajar tentang alam,” kata Paulus Tandi Bone, seorang fotografer yang bersama teman-temannya, kerap menghabiskan waktu libur di Ramma.

Menantang dan mendapat pemandangan yang memesona, juga menjadi alasan Hajrah (25), seorang karyawan swasta berkunjung ke Ramma. ”Berwisata murah meriah, olahraga dapat, puas

juga dapat. Lelah di perjalanan iya, tetapi begitu tiba di Ramma, semua hilang. Yang ada rasa syukur, puas, dan tentu saja pikiran kembali jernih,” katanya.

Walau sedikit menantang, sebagai alternatif tempat wisata, Ramma nyaris tak pernah sepi kunjungan. Setiap pekan, ada saja kelompok pengunjung yang datang. Bahkan saat musim

libur dan momen peringatan hari kemerdekaan, sumpah pemuda, hari pahlawan, hingga malam tahun baru, jumlah yang datang akan mencapai ratusan dalam sekali kunjungan. Saat-saat

seperti ini, Lembah Ramma, ramai dengan kemah pengunjung.

Umumnya pengunjung ke Ramma, hanya menginap satu-dua malam. Hanya sedikit yang menginap lebih lama dari itu. Biasanya yang menginap lebih dari dua malam, kelompok yang

melakukan kegiatan.

Beberapa tahun ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulsel, memang terus mencari alternatif tempat wisata baru, selain Tana Toraja dan Pantai Bira di Bulukumba. ”Sulsel punya

banyak pesona keindahan alam. Banyak alternatif berwisata, selain sekadar wisata alam. Ada banyak wisata pendidikan, wisata agro, dan wisata petualangan yang tak kalah

menarik. Ini yang sedang coba kami tawarkan. Memang perlu pembenahan di sana sini dan itu sedang kami upayakan,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Sulsel, Jufri Rahman.

Lembah Ramma, betapapun menantang dan butuh sedikit bersusah-susah, toh tak ada yang hanya ingin sekali saja berkunjung ke sini. Umumnya pengunjung selalu meninggalkan Ramma

dengan janji, akan kembali. Pesona Ramma, seolah menjadi magnet yang selalu menarik orang untuk kembali.